Jumat, 03 April 2009

9 PRINSIP PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Pendidikan” mempunyai banyak pengertian, tetapi secara umum diterima sebagai suatu perubahan perilaku. Tulisan dimaksudkan bukan untuk menganalisa teori yang ada dibalik Pendidikan Orang Dewasa, melainkan untuk memahami prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa (atau yang biasa disingkat POD) yang dapat diterima. Prinsip-prinsip yang disajikan di sini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan pada beberapa pelatihan yang menggunakan metode instruksional, tetapi satu hal yang membedakan adalah prinsip-prinsip POD lebih dikenal secara luas.Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan training (pelatihan) dan pendidikan, dan biasanya diterapkan pada situasi kelas formal atau untuk sistem on the job training (magang). Tiap bentuk pelatihan sebaiknya memuat sebanyak mungkin 9 prinsip yang tersebut di bawah ini. Supaya kita mudah mengingatnya (9 prinsip tersebut), maka biasanya digunakn sistem jembatan keledai atau istilah asingnya mnemonic, yaitu RAMP 2 FAME.
R = RecencyA = AppropriatenessM = MotivationP = Primacy2 = 2 - Way CommunicationF = FeedbackA = Active LearningM = Multi - Sense LearningE = Excercise
Prinsip-prinsip ini dalam berbagai cara sangat penting, karena memungkinkan Anda (pelatih) untuk menyiapkan satu sessi secara tepat dan memadai, menyajikan sessi secara efektif dan efisien, juga memungkinkan anda melakukan evaluasi untuk sessi tersebut. Mari kita coba lihat ide-ide yang melatarbelakangi istilah RAMP 2 FAME. Penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip ini tidak disajikan dalam satu urutan. Kedudukannya sama dalam satu kaitan antar hubungan.
R - RECENCY
Hukum dari Recency menunjukkan kepada kita bahwa sesuatu yang dipelajari atau diterima pada saat terakhir adalah yang paling diingat oleh peserta/ partisipan. Ini menunjukkan dua pengetian yang terpisah di dalam pendidikan. Pertama, berkaitan dengan isi (materi) pada akhir sessi dan kedua berkaitan dengan sesuatu yang “segar” dalam ingatan peserta. Pada aplikasi yang pertama, penting bagi pelatih untuk membuat ringkasan (summary) sesering mungkin dan yakin bahwa pesan-pesan kunci/inti selalu ditekankan lagi di akhir sessi. Pada aplikasi kedua, mengindikasikan kepada pelatih untuk membuat rencana kaji ulang (review) per bagian di setiap presentasinya.
Faktor-faktor untuk pertimbangan tentang recency
Usahakan agar tiap sessi yang diberikan berjangka waktu yang relatif pendek, tidak lebih dari 20 menit (jika itu memungkinkan).
Jika sessi lebih dari 20 menit, harus sering diringkas (direkap). Sessi yang lebih panjangsebaiknya dibagi-bagi ke dalam sessi-sessi yang lebih pendek dengan beberapa jeda sehingga anda dapat membuat ringkasan.
Akhir dari tiap sessi merupakan suatu yang penting. Buatlah ringkasan/rekap dari keseluruhan sessi dan beri penekanan pada pesan-pesan atau poin-poin kunci.
Upayakan agar peserta/partisipan tetap “sadar” kemana arah dan perkembangan dari belajar mereka
A : APPROPRIATENES (Kesesuaian)
Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian mengatakan kepada kita bahwa secara keseluruhan, baik itu pelatihan, informasi, alat-alat bantu yang dipakai, studi kasus -studi kasus, dan material-material lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta/partisipan. Peserta akan mudah kehilangan motivasi jika pelatih gagal dalam mengupayakan agar materi relevan dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pelatih harus secara terus menerus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara informasi-informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperolah peserta, sehingga kita dapat menghilangkan kekhawatiran tentang sesuatu yang masih samar atau tidak diketahui.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai appropriatness :
Pelatih harus secara jelas mengidentifikasi satu kebutuhan bagi peserta agar mengambil bagian dalam pelatihan. Dengan kebutuhan yang teridentifikasi, pelatih harus yakin bahwa sehala sesuatu yang berhubungan dengan sessi sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Gunakan deskripsi, contoh-contoh atau ilustrasi-ilustrasi yang akrab (familiar) dengan peserta.
M: MOTIVATION (motivasi)
Hukum dari motivasi mengatakan kepada kita bahwa pastisipan/peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk belajar, dan harus punya alasan untuk belajar. Pelatih menemukan bahwa jika peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk berhasil, dia akan lebih baik dibanding yang lainnya dalam belajar. Pertama-tama karena motivasi dapat menciptakan lingkungan (atmosphere) belajar menjadi menye-nangkan. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan motivasi peserta.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai motivasi:
Material harus bermakna dan berharga bagi peserta, tidak hanya bagi pelatih
Yang harus termotivasi bukan hanya peserta tetapi juga pelatih itu sendiri. Sebab jika pelatih tidak termotivasi, pelatihan mungkin akan tidak menarik dan bahkan tidak mencapai tujuan yang diinginkan.
Seperti yang disebutkan dalam hukum kesesuaian (appropriateness), pelatih suatu ketika perlu mengidentifikasi satu kebutuhan kenapa peserta datang ke pelatihan. Pelatih biasanya dapat menciptakan motivasi dengan mengatakan bahwa sessi ini dapat memenuhi kebutuhan peserta.
Bergeraklah dari sisi tahu ke tidak tahu. Awali sessi dengan hal-hal atau poin-poin yang sudah akrab atau familiar bagi peserta. Secara perlahan-lahan bangun dan hubungkan poin-poin bersama sehingga setiap tahu kemana arah mereka di dalam proses pelatihan.
P : PRIMACY (Menarik Perhatian di awal sessi)
Hukum dari primacy mengatakan kepada kita bahwa hal-hal yang pertama bagi peserta biasanya dipelajari dengan baik, demikian pula dengan kesan pertama atau serangkaian informasi yang diperoleh dari pelatih betul-betul sangat penting. Untuk alasan ini, ada praktek yang bagus yaitu dengan memasukkan seluruh poin-poin kunci pada permulaan sessi. Selama sessi berjalan, poin-poin kunci berkembang dan juga informasi-informasi lain yang berkaitan. Hal yang termasuk dalam hukum primacy adalah fakta bahwa pada saat peserta ditunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, mereka harus ditunjukkan cara yang benar di awalnya. Alasan untuk ini adalah bahwa kadang-kadang sangat sulit untuk “tidak mengajari” peserta pada saat mereka membuat kesalahan di permulaan latihan.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai primacy:
Sekali lagi, upayakan sessi-sessi diberikan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Sebaiknya sekitar 20 menit seperti yang disarankan dalam hukum recency.
Permulaan sessi anda akan sangat penting. Seperti yang anda ketahui bahwa sebagian banyak peserta akan mendengarkan, dan oleh karena itu buatlah semenarik mungkin dan beri muatan informasi-informasi penting ke dalamnya.
Usahakan agar peserta selalu “sadar” arah dan perkembangan dari belajarnya.
Yakinkan peserta akan memperoleh hal-hal yang tepat pada saat anda pertama kali meminta mereka melakukan sesuatu
2 : 2- WAY COMMUNICATION (Komunikasi 2 arah)
Hukum dari 2-way-communication atau komunikasi 2 arah secara jelas menekankan bahwa proses pelatihan meliputi komunikasi dengan peserta, bukan pada mereka. Berbagai bentuk penyajian sebaiknya menggunakan prinsip komunikasi 2 arah atau timbal balik. Ini tidak harus bermakna bahwa seluruh sessi harus berbentuk diskusi, tetapi yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara pelatih/fasilitator dan peserta/partisipan.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai 2-way communication:
Bahasa tubuh anda juga berkaitan dengan komunikasi 2 arah: anda harus merasa yakin bahwa itu tidak bertentangan dengan apa yang anda katakan.
Rencana sessi anda sebaiknya memiliki interaksi dengan siapa itu dirancang, yaitu tak lain adalah peserta.
F: FEEDBACK (Umpan Balik)
Hukum dari feedback atau umpan balik menunjukkan kepada kita, baik fasilitator dan peserta membutuhkan informasi satu sama lain. Fasilitator perlu mengetahui bahwa peserta mengikuti dan tetap menaruh perhatian pada apa yang disampaikan, dan sebaliknya peserta juga membutuhkan umpan balik sesuai dengan penampilan/kinerja mereka.
Penguatan juga membutuhkan umpan balik. Jika kita menghargai peserta (penguatan yang positif) untuk melakukan hal-hal yang tepat, kita mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar agar mereka mengubah perilakunya seperti yang kita kehendaki. Waspada juga bahwa terlalu banyak penguatan negatif mungkin akan menjauhkan kita memperoleh respon yang kita harapakan.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai feedback:
Peserta harus diuji (dites) secara berkala untuk umpan balik bagi fasilitator
Pada saat peserta dites, mereka harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka sesegera mungkin.
Tes bisa juga meliputi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan fasilitator secara berkala mengenai kondisi kelompok
Semua umpan balik tidak harus berupa yang positif, seperti yang dipercaya banyak orang. Umpan balik positif hanya setengah dari itu dan hampir tidak bermanfaat tanpa adanya umpan balik negatif
Pada saat peserta berbuat atau berkata benar (misal menjawab pertanyaan), sebut atau umumkan itu (di hadapan kelompok/peserta lain jika itu mungkin).
Persiapkan penyajian anda sehingga ada penguatan positif yang terbangun di awal sessi.
Perhatikan betul-betul peserta yang memberi umpan balik positif (berbuat betul) sama halnya kepada mereka yang memberi umpan balik negatif (melakukan kesalahan).
A : ACTIVE LEARNING (Belajar Aktif)
Hukum dari active learning menunjukkan kepada kita bahwa peserta belajar lebih giat jika mereka secara aktif terlibat dalam proses pelatihan. Ingatkah satu peribahasa yang mengatakan “Belajar Sambil Bekerja” ? Ini penting dalam pelatihan orang dewasa. Jika anda ingin memerintahkan kepada peserta agar menulis laporan, jangan hanya memberitahu mereka bagaimana itu harus dibuat tetapi berikan kesempatan agar mereka melakukannya. Keuntungan lain dari ini adalah orang dewasa umumnya tidak terbiasa duduk seharian penuh di ruangan kelas, oleh karena itu prinsip belajar aktif ini akan membantu mereka supaya tidak jenuh.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai active learning:
Gunakan latihan-latihan atau praktek selama memberikan instruksi
Gunakan banyak pertanyaan selama memberikan instruksi
Sebuah kuis cepat dapat digunakan supaya peserta tetap aktif
Jika memungkinkan, biarkan peserta melakukan apa yang ada dalam instruksi
Jika peserta dibiarkan duduk dalam jangka waktu lama tanpa berpartisipasi atau diberi pertanyaan-pertanyaan, kemungkinan mereka akan mengantuk /kehilangan perhatian.
M : MULTIPLE -SENSE LEARNING
Hukum dari multi- sense learning mengatakan bahwa belajar akan jauh lebih efektif jika partisipan menggunakan lebih dari satu dari kelima inderanya. Jika anda memberitahu trainee mengenai satu tipe baru sandwich mereka mungkin akan mengingatnya. Jika anda membiarkan mereka menyentuh, mencium dan merasakannya dengan baik, tak ada jalan bagi mereka untuk melupakannya.Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai multiple-sense learning:
Jika anda memberitah/mengatakan sesuatu kepada peserta, cobalah untuk menunjukkannya dengan baik
Gunakan sebanyak mungkin indera peserta jika itu perlu sebagai sarana belajar mereka, tetapi jangan sampai lupa sasaran yang ingin dicapai
Ketika menggunakan multiple-sense learning, anda harus yakin bahwa tidak sulit bagi kelompok untuk mendengarnyaa, melihat dan menyentuh apapun yang anda inginkan.
Saya dengar dan saya lupaSaya lihat dan saya ingatSaya lakukan dan saya paham(Confusius, 450 SM)
E. EXERCISE (Latihan)
Hukum dari latihan mengindikasikan bahwa sesuatu yang diulang-ulang adalah yang paling diingat. Dengan membuat peserta melakukan latihan atau mengulang informasi yang diberikan, kita dapat meningkatkan kemungkinan mereka semakin mampu mengingat informasi yang sudah diberikan. Yang terbaik adalah jika pelatih menambah latihan atau mengulangi pelajaran dengan mengulang informasi dalam berbagai cara yang berbeda. Mungkin pelatih dapat membicarakan mengenai suatu proses baru, lalu menunjukkan diagram/overhead, menunjukkan produk yang sudah jadi dan akhirnya minta kepada peserta untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Latihan juga menyangkut intensitas. Hukum dari latihan juga mengacu pada pengulangan yang berarti atau belajar ulang.
Faktor-faktor untuk pertimbangan dalam exercise:
Semakin sering trainee mengulang sesuatu, semakin mereka mengingat informasi yang diberikan
Dengan memberikan pertanyaan berulang-ulang kita meningkatkan latihan
Peserta harus mengulang latihannya sendiri, tetapi mencatat tidak termasuk di dalamnya
Ringkaslah sesering mungkin karena ini bentuk lain dari latihan. Buatlah selalu ringkasan saat menyimpulkan sessi
Buat peserta selalu ingat secara berkala apa yang telah sidajikan sedemikian jauh dalam presentasi
Sering disebutkan bahwa tanpa beberapa bentuk latihan, peserta akan melupakan 1/4 dari yang mereka pelajari dalam 6 jam, 1/3 dalam 24 jam, dan sekitar 9 % dalam 6 minggu.
Kesimpulan
Prinsip-prinsip dari belajar berkaitan kepada pelatihan dan pendidikan. Prinsip-prinsip tersebut digunakan di seluruh sektor/area, baik dalam ruang kelas atau sistem magang. Prinsip-prinsip ini dapat digunakan kepada anak-anak dan remaja sebaik kepada orang dewasa. Instruksi yang efektif harus menggunakan sebanyak mungkin prinsip-prinsip ini, jika tidak keseluruhan-nya. Pada saat anda merencanakan satu sessi, lihat keseluruhan draft untuk meyakinkan bahwa prinsip-prinsip telah digunakan dan jika tidak, mungkin perlu suatu revisi (perbaikan).
Sumber : Diambil dari Bahan TOT Pemberdayaan Komite Sekolah. 2006

Senin, 09 Maret 2009

Konsumsi anak nonton tv dan Internet harus dikurangi

YOGYAKARTA- Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi minta para orangtua untuk mengurangi kebiasaan anak menonton televisi, mengakses internet, dan menggunakan telepon seluler."Konsumsi anak terhadap siaran televisi, internet, dan telepon seluler harus dikurangi," katanya dalam seminar reaktualisasi pendidikan tanpa kekerasan, di Yogyakarta, hari ini.Dia mengatakan ketika anak terlalu banyak mengkonsumsi televisi, anak terlihat duduk manis, tetapi pada kenyataannya mental mereka mengembara ke mana-mana. Menurut dia, televisi hanya memberikan porsi sebesar 0,07% untuk bidang pendidikan sehingga orangtua harus mampu bersikap proaktif mengambil alih peran sebagai pendidik di rumah."Secara psikologis anak akan selalu mengidolakan orangtua mereka sehingga orangtua dituntut memiliki waktu yang berkualitas untuk mendampingi anak-anaknya sehingga anak tidak mengalihkan perhatian ke media elektronik," ujarnya.Sementara itu, Tupardi, seorang guru yang hadir dalam seminar tersebut mengatakan pengaruh media elektronik membuat anak didik tidak konsentrasi belajar di kelas.Menanggapi hal itu, Seto menyatakan para guru dan orangtua harus memiliki komunikasi yang efektif sehingga terjadi keselarasan antara pendidikan di jalur formal dan pendidikan di rumah.
Dia menambahkan salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah memberikan pelajaran kreatif di sekolah, bukan hanya pelajaran yang bersifat komando satu arah dari guru. "Beberapa sekolah unggulan banyak yang sukses karena turut menggandeng orangtua untuk bekerja sama mewujudkan pendidikan kreatif," ujarnya.Seto menegaskan sebagai seorang pendidik, guru harus mampu memahami psikologi anak, bahwa anak bukan orang dewasa mini, dunia mereka adalah dunia bermain, masih berkembang secara fisik dan psikologis, suka meniru dan kreatif. "Anak juga pribadi yang unik, kecerdasan mereka juga unik, sehingga tidak bisa disamakan," katanya.Kemampuan guru untuk memahami anak, tambahnya, tidak bisa diperoleh dengan cara yang singkat, tetapi melalui proses berlatih secara terus menerus. "Memberikan pendidikan dan bertutur kata yang sistematis dan teratur akan berdampak pada perilaku anak yang positif," katanya

Kamis, 05 Februari 2009

Pembelajaran puisi dengan penggunaan objek lingkungan sekitar

PUISI.....

LINGKUNGAN.....

Pasti asyik bisa menulis puisi dengan diiringi burung berkicau dan juga sejuknya alam. Tapi tentunya akan sulit untuk dilakukan, kecuali jika pembelajaran dilakukan didaerah pedesaan pasti akan benar-benar nyata. Tapi jika pembelajaran dilakukan di tengah perkotaan kita bisa juga mengambil setting taman buatan sekolah ataupun cukup diarea sekolah saja. 

Memang tidak seasyik di lingkungan sebenarnya, tapi cukup membawa imajinasi siswa untuk menulis sebuah puisi. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, bahwa membawa siswa untuk keluar kelas sangat efektif dilakukan daripada hanya terbatas didalam kelas yang akan membuat siswa boring atau disebut bosan. Jadi jika kita meminta siswa membuat puisi ajaklah mereka untuk keluar kelas!! 

CARA MUDAH MENERAPKAN TEAM TEACHING DALAM PEMBELAJARAN

Team Teaching atau Pembelajaran Tim (PT) saat ini mulai marak setelah beberapa sekolah terutama SMP, melakukan pembelajaran dengan harapan dapat lebih memaksimalkan fungsi guru, memenuhi standar mengajar 24 jam, dan pembelajaran menjadi menarik. SMPN 1 Pringkuku, Pacitan, 2007 yang lalu, melakukan pelatihan bagi guru untuk ber-pembelajaran tim yang diasuh oleh garduguru. Pelatihan itu dilaksanakan di ruang laboratorium. Kesannya sekarang, guru-guru di SMPN 1 Pringkuku itu merasakan hasilnya. Kemudian, SMPN 2 dan 4 Sidoarjo juga melakukan pelatihan PT dengan seksama meskipun sebelumnya sudah menerapkan PT. Mereka menyatakan bahwa PT lebih aspiratif dan menggairahkan kelas.

Apakah PT itu? PT adalah pembelajaran yang diasuh oleh dua atau lebih guru dengan satu topik atau satu kompetensi dasar. Di Jepang PT digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berorientasi kesiswaan sekaligus menjadi solusi problematika kelas besar yang sangat sulit ditangani oleh satu orang guru, sedangkan untuk mengembangkan sebuah kelas baru terbentur pada masalah pendanaan. Beberapa SD di Jepang yang pernah menerapkan PT. Dengan pendekatan ini, pendidikan SD di Jepang yang berorientasi kepada pendidikan anak per anak lebih mudah dijalankan. Secara praktisnya, guru utama bertugas menjelaskan materi pelajaran, sedangkan assistant teacher berfungsi membantu anak yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. Di Indonesia beberapa sekolah menerapkan pola yang sama namun berorientasi utama untuk melengkapi beban jam mengajar guru.

PT merupakan model pembelajaran kolaborasi pengajar di dalam kelas dengan observasi terhadap siswa secara intensif. Catatan khusus terhadap perilaku, ketidakbisaan, kesulitan siswa akan terekam dengan baik, bersamaan dengan itu, teknik pengajaran pun akan dapat dikritisi dengan baik. Untuk dapat melakukan ini dengan baik, kedua guru yang berkolaborasi harus mempunyai kesamaan komitmen, dan kesiapan untuk bersikap kritis dan mengkritisi.

PT tidak semudah pembelajaran yang biasanya, yakni pembelajaran guru tunggal. PT memerlukan tim yang padu, seirama, sejalan, senada, seide, dan semodel. Ibarat tim olahraga, guru yang akan ber-PT harus mampu memainkan pembelajaran dengan sangat padu dan kompak ke arah tujuan yang akan dicapai. Suara guru satu dengan guru lainnya harus diatur sehingga enak didengar siswa. Posisi berdiri tim juga harus dijaga dan diatur. Upayakan kelas benar-benar hidup dengan pemaknaan tunggal. Jangan sampai guru satu lebih berkuasa dibandingkan guru lainnya. Tim harus setara.

Cara mudah untuk PT adalah (1) rencanakan bersama. Duduklah berdua untuk membincangkan pembelajaran yang akan dilaksanakan lalu aturlah sampai ke hal teknis di kelas. Perencanaan yang dibuat bersama harus menjadi pedoman utama. Tim pengajar atau guru yang menyajikan bahan pelajaran dengan metode mengajar beregu ini menyajikan bahan pengajaran yang sama dalam waktu dan tujuan yang sama pula. (2) Laksanakan bersama. Ketika di kelas, tim harus semuanya berada di kelas dengan posisi yang telah diatur dalam rencana. Jangan sampai guru lainnya tidak masuk dengan alasan percaya dengan guru lainnya. Janagan lupa, ukurlah tingkat pemahaman siswa saat pelaksanaan. Kendali keberhasilan harus menjadi kunci kerja tim. (3) Evaluasi bersama. Setelah pembelajaran usai, tim jangan segera bubar. Luangkan waktu sebentar untuk saling mengevaluasi posisi, peran, hasil, kondisi, dan kapasitas penerimaan materi dari siswa. Hasil evaluasi itu menjadi bahan untuk rencana PT di hari berikutnya. Dalam PT, para guru tersebut bersama-sama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar siswa. ( Rangkuman didapat dari salah satu Dosen JBSI Unesa Drs. Suyatno )

Minggu, 25 Januari 2009

argumentasi tentang puisi

PUISI

kata penuh makna yang timbul dari dalam lubuk hati.

puisi merupakan imajinasi diri dalam berkarya....

Puisi dan pendidikan seolah tak dapat terpisahkan, hal itu menimbulkan suatu makna bahwa puisi dapat diciptakan oleh semua orang tak terkecuali oleh anak-anak. Puisi dapat dikategorikan menurut bahasa nya. Dapat dikatakan bahwa tentu saja bahasa anak-anak berberbeda dengan bahasa puisi mahasiswa ataupun orang yang sudah mahir membuat sebuah puisi.

Fenomena puisi dan pendidikan seolah tak dapat terpisahkan. Lihat saja anak kelas 6 SD saja sudah dapat membuat puisi. Hebat bukan!! tapi jelas bahwa bahasa puisi anak-anak sangat apik dan terkadang terlihat kejujuran dalam isinya. Sedangkan bahasa puisi remaja cenderung tentang percintaan atau cinta monyet yang tengah dia alami. Ya.... mungkin saja anak remaja cenderung mengungkapkan isi hati nya yang menyangkut percintaan dalam sebuah puisi. Ya lumayan unik juga, tapi berbeda dengan puisi dan bahasa puisinya orang dewasa yang selalu berbicara mengenai kehidupan beserta pahit getirnya.

Puisi terkadang ditulis untuk menenangkan hati dan Pikiran penulisnya. untuk itulah puisi seringkali disebut ungkapan hati, pikiran, dan perasaan. Puisi sejatinya hanya untuk puisi itu sendiri dan makna puisi berbeda pada tiap orang.

Selasa, 29 April 2008

Proses Belajar Di Dalam Penulisan Puisi


Apa yang seringkali menjadi problem kita di dalam menulis sebuah sajak? Apa pula yang sesungguhnya menjadikan sebuah sajak terasa merdu dibaca, mampu menyentuh perasaan, memiliki gaya pengimajian yang sangat menarik dan memiliki bobot kualitas sastra yang tinggi? Sepertinya ada semacam resep yang harus kita temukan untuk dapat menjadi seorang penyair yang baik.

Bahkan untuk menjadi seorang penyair yang handal dan berbobot kita harus meningkatkan diri kita sendiri untuk menjadi seorang yang benar-benar ahli di dalam bidang yang ingin kita tekuni tersebut. Seperti juga keahlian seorang koki, kalau memasak sekedar memasak mungkin banyak orang yang bisa melakukannya namun untuk menjadi seorang chef di sebuah hotel berbintang lima jelas dibutuhkan sebuah keahlian khusus. Dalam konteks inilah maka diperlukan proses belajar itu sebagai sebuah kegiatan yang harus terus-menerus kita jalankan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian diri.

Ada beberapa pertanyaan yang dapat kita jadikan indikasi untuk melihat tingkat keseriusan kita dalam menekuni bidang yang satu ini; Apakah di dalam penulisan puisi ini kita hanya ingin sekedar menjadi seorang penggembira atau lebih terdorong lagi untuk menjadi seorang maestro? Apakah menurut anggapan kita merupakan harapan yang terlalu muluk untuk mewujudkan impian-impian serupa itu? Apakah terlampau berlebihan bila sekiranya kita bercita-cita untuk menjadi seorang penyair hebat semacam Chairil Anwar atau Sapardi Djoko Damono? Tentu saja hal itu tergantung dari segenap kemauan dan kesadaran kita atas bakat dan seluruh kemampuan yang kita miliki. Ada beberapa tahapan tertentu yang harus kita jalani untuk dapat meraih apa yang kita idam-idamkan itu. Yang pertama-tama dan wajib kita lakukan tentu saja adalah kita harus mulai menulis. Apa yang dapat kita tulis tentu saja meliputi banyak hal. Disinilah peran keakraban itu mulai mengambil posisinya yang paling menentukan di dalam menentukan langkah keberhasilan kita di masa depan.

Apakah kita cukup mengakrabi materi yang hendak kita tulis? karena tak ada satu hal pun yang instan dan datang dengan sendirinya. Kita harus mengenal diri kita sendiri, segenap bakat dan kemampuan, ketrampilan dalam mengolah kata, keahlian membangun imaji atau menyusun rima irama, dan bagaimana pula kita harus menyusun lapis-lapis makna di dalam sajak itu hingga mampu menggelorakan semangat vitalisme dari dalam diri sang penyair tanpa harus terjerembab ke dalam permaiann kata-kata belaka. Satu kata kunci yang harus kita pegang teguh adalah kita harus mengakrabi segala hal-hal tersebut.

Tapi dari mana sesungguhnya asal dari keakraban itu? Sutardji Calsoem Bachri sang presiden penyair yang akrab dipanggil dengan sebutan Cals pernah menyatakan bahwa untuk bisa akrab dengan kata sebagai bagian yang paling esensial dari sebuah sajak maka jikalau perlu kita haru menyelam ke dalam batu.

Wah bagaimana mungkin?” dengan serta-merta pula kita akan membantah.

Tentu saja mungkin!” jawab sang penyair besar itu sambil tersenyum-senyum. Karena yang ia maksudkan adalah kita harus menyelami kata itu hingga ke dalam intinya yang paling mendasar. Dan demikianlah Sutardji kemudian menemukan bahwa inti kata di dalam sajak terdapat di dalam mantra, maka lahirlah sajak-sajak mantra dari segenap keahliannya itu.

Dalam kesempatan lain Sapardi Djoko Damono yang sering dianggap pula sebagai guru besar para penyair pernah pula menyatakan bahwa “Pada mulanya adalah kata” karena itu kata memegang peranan yang sangat esensial, tidak sekedar sebagai media utama dalam penulisan puisi namun juga dalam media komunikasi. Oleh karena itu “kata”mu harus mampu menyampaikan maksudmu, jangan jadikan kata berhenti sebagai kata yang tidak menyiratkan apa-apa.

Pendekatan-pendekatan penulisan serupa itulah yang harus dari awal mula kita pahami bila kita memang berniat sungguh-sungguh ingin menjadi seorang penulis dan terlebih lagi menjadi seorang penyair. Kita harus mampu menundukkan kata, karena seorang penyair atau penulis adalah orang-orang yang tidak sekedar mempergunakan kata dan bahasa itu sebagai media di dalam mengkomunikasikan gagasan-gagasannya melainkan dalam banyak kesempatan mereka bahkan mampu menciptakan sebuah tradisi dalam proses berbahasa itu sendiri.

Satu hal yang jelas adalah bahwa keakraban lahir dari latihan terus-menerus dan kontinyu sifatnya. Keakraban yang lahir sebagai bentuk interaksi alamiah antara sang author dengan media yang dipergunakannya. Seorang rekan yang mengikuti sebuah workshop penulisan novel di Surakarta baru-baru ini menyampaikan bahwa mereka, para peserta work shop itu dituntut untuk mampu menuangkan gagasan secara rutin di atas kertas setidaknya 2 hingga 3 jam sehari dan bila memungkinkan jadwal tersebut harus terus ditambah. Sekali lagi tidak ada cara yang instan, bahkan untuk dapat menulis sebuah novel kita dituntut untuk menulis dengan cara simultan atau kita akan kehilangan momentum.

Demikianlah kenyataannya bahwa banyak penulis besar yang menyampaikan bahwa proses kreatif mereka seringkali lahir dengan cara begitu saja, tanpa resep-resep yang rumit, sekedar menulis dan terus menulis. Sehingga seperti yang pernah dialami oleh Budi Darma misalnya yang mampu menuangkan gagasannya bahkan tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu, kata-kata mengalir demikian deras serupa air yang ngocor dari pipa keran yang bocor.

Kegiatan menulis sebagai sebuah aktivitas rutin akan mengasah intuisi kita, sekaligus ketajaman pikiran serta kepekaan kita atas keberadaan dan eksistensi kata. Dalam banyak kasus seperti yang dialami Budi Darma itu banyak penulis handal yang mungkin nggak sempat berfikir lagi apa yang harus ditulis, bagaimana alurnya? bagaimana karakter tokohnya? mengapa harus begini? atau mengapa harus begitu? karena naluri mereka sudah mengarahkan pergerakan tangan untuk menulis dengan sendirinya. Peristiwa serupa ini memang mungkin saja terjadi dan seringpula disebut sebagai penulisan otomatis (automatic writing) seolah sang penulis tengah berada dalam keadaan trance (serupa kesurupan). Bahkan ada sebuah gerakan penulisan serupa itu di luar negeri yang dipelopori oleh Andre Breton.

Keakraban sekali lagi dapat muncul dari banyak aspek seperti intensitas pemakaian dan penggunaan media, bisa pula dari kedalaman pengendapan batin, perenungan yang matang dan intensif atau juga dari kekayaan pengalaman hidup seorang penulis. Keakraban di sisi lain akan melepaskan kita dari kebuntuan gagasan, hal ini seperti tampak dalam puisi-puisi Joko Pinurbo atau H. Mustofa Bisri yang ditulis berdasar apa yang menjadi bahan perenungan mereka sehari-hari. Keakraban materi yang merupakan bagian dari kekayaan pengalaman pribadi sang penulis adalah merupakan bahan yang tidak akan ada habisnya untuk digali. Namun keberhasilan puisi-puisi serupa itu masih pula tergantung pada banyak aspek lainnya, yang antara lain adalah keahlian sang penulis dalam menggarap materi-materi yang telah tersedia di dalam dirinya. Selain intensitas pemakaian dan juga pengalaman hidup, keakraban yang lahir dari pengendapan batin dan perenungan pikiran tak bisa lepas dari kekayaan wawasan yang diperolehnya dari bacaan-bacaan yang bermutu yang memberikan daya dorong inspiratif.

By. Yuliati